OKA Art News

News Detail

• OKA ART PROJECT ; A(RT)GRICULTURE

Kebudayaan agraris atau pertanian telah membentuk kebudayaan Bali. Secara historis pertanian adalah ibu dari peradaban Bali. Subak adalah salah satu bentuk sistem kearifan lokal yang telah diakui dunia bukan semata sebagai sebuah sistem irigasi tapi didalamnyaterdapat aspek kebudayaan yang menyeluruh meliputi aspek religi, sistem sosial kultural yang melingkupi segala aspek kehidupan masyarakat petani sebagai pendukung utama dari peradaban agraris ini.
Pertanian adalah sebuah entitas yang melandasi memori kultural masyarakat Bali didalamnya tersemat nilai yang mengatur ihwal harmonisasi hubungan antara manusia dengan alam. Bagaimana manusia Bali memperlakukan alam dilandasi oleh kebudayaan agraris yang kental adanya warisan ritus ritus seperti tumpek uduh (ritus pemuliaan tumbuh tumbuhan) tumpek kandang (ritus pemuliaan terhadap hewan ternak) hingga konsepsi ihwal gama tirta yang menjadikan air sebagai titik sentral sistem religi masyarakat Bali sangat dipengaruhi oleh budaya agraris ini. Dimana air merupakan hal yang paling vital dari sebuah budaya pertanian. Memuliakan air adalah memuliakan kehidupan. Memuliakan ibu pertiwi , tanah yang telah memberikan kesuburan tempat tersemainya berbagai jenis tumbuhan tumbuhan pangan yang menjadi dasar yang paling vital bagi kehidupan manusia. Pertanian adalah pemuliaan atas kehidupan itu sendiri.


Namun seiring perkembangan laju waktu telah menggeser dan merubah begitu banyak hal ada dalam memori kultural masyarakat Bali. Kehidupan sosial yang dipengaruhi oleh industri dan pariwisata merubah pola perilaku masyarakat Bali. Alih fungsi lahan terjadi atas nama pengembangan infrastruktur industry pariwisata yang kian massif. Lahan lahan pertanian berubah menjadi banguan bangunan hotel, vila, perumahan, jalan raya dan berbagai infrastruktur lainya. Pola perilaku masyarakat ikut pula berubah anak anak muda mulai jarang berminat menggumuli tanah tanah warisan mereka untuk bertani sebagain memilih bekerja menjadi pegawai hotel, pekerja kapal pesiar, dan pekerjaan pekerjaan lain yang dinilai lebih menjanjikan. Tak salah memang atas berbagai pilihan tersebut karena fakta ironis yang terjadi di negeri yang agraris ini dimana petani memang menjadi profesi yang tak lagi popular lagi dikalangan anak anak muda. Pertanian praktis menjadi dunia para orang tua, sebuah hal yang menghawatirkan dalam regenerasi dunia pertanian tak hanya berlaku di Bali melainkan hampir diseluruh nusantara.
Bertimbang atas peran sentral pertanian sebagai hal yang sentral dalam melandasi memori kultural masyarakat Bali serta terhimpitnya kondisi dunia pertanian di tengah era industry pariwisata di Bali, perupa muda I Gde Oka Astawa terinspirasi untuk membuat sebuah project seni kolaborasi yang menganggkat isu isu seputar dunia pertanian di Bali. Di bawah bendera Oka Art Project yang menjadi wadah pergerakan dan proses kreatifnya selama ini yang mengedepankan konsep kolaborasi maka ia mengajak para kreator lintas bidang mulai dari para perupa muda, pemain teater, pengrajin keramik, dan kalangan fotografi jurnalistik untuk terlibat berdialog bersama dalam menggerakkan sebuah project kesenian bersama yang bernama A(RT)GRICULTURE.
Project A(RT)GRICULTURE adalah sebuah judul project yang merepresentasikan dua hal yakni agriculture (pertanian) dan art (kesenian). Secara konseptual project ini adalah sebuah project kesenian yang mencoba mempelajari dan menyuarakan isu isu seputar dunia pertanian. Dalam pelaksanaan project ini Oka melakukan sebuah riset sederhana dengan mencoba untuk belajar terjun langsung menjadi seorang petani. Ia memakai lahan persawahan milik keluarganya sendiri sebagai ruang belajar untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang petani dan masalah masalah apa yang dihadapi. Ia mengerjakan semua tahapan dalam proses bercocok tanam padi, mulai dari menyiapkan lahan, menanam, merawat , memupuk, hingga memanen. Sembari mencoba belajar merasakan menjadi petani secara langsung oka juga kerap berdialog dengan komunitas petani (subak) di sekitar areal persawahanya. Proses ini adalah sebuah proses menggali ilmu dan memetakan persoalan yang dihadapi para petani di sekitar lingkungan desanya. Sembari merasakan hidup sebagai petani Oka kemudian merumuskan berbagai strategi dan format berkeseniannya. Kolaborasi dengan berbagai kreator lintas bidang kemudian ia pilih sebagai sebuah cara untuk memperluas berbagai kemungkinan kemungkinan artistik yang dapat hadir. mulai dari mengajakkalangan perupa muda Bali yang menghadirkan karya karya seni visual berdasarkan pembacaan atas tema pertanian. Lalu ada pula para penekun dunia teater yang menyajikan pembacaan atas budaya pertanian dalam bentuk performance art.
Oka kemudian membagi pengalamanya belajar menjadi petani tersebut kepada kawan kawan perupa muda yang menjadi mitra kolaborasinya. Oka mengajukan satu bentuk model presentasi gagasan kedalam karya seni dengan memakai medium karung beras untuk direspon secara bebas oleh para perupa muda mitra kolaborasinya. Maka hadirlah karya karya lukisan, drawing, dan lain sebagainya yang semuanya dibuat pada medium karung beras yang terpresentasikan dalam peristiwa pameran ini. Pemilihan medium karung beras sebagai medium berkarya menurut Oka karena karung beras mewakili sebuah benda yang identik dengan dunia pertanian, sehingga selain pesan pada visual pesan pada medium itu sendiripun diharapkan bisa secara langsung mewakili gagasan pokok yang hendak disampaikan dalam karya. Adapun para perupa muda yang terlibat sebagai rekan kolaborasi dari Oka Astawa antara lain; Angga Junawan, Dudik Ariawan, Juni Pariawan, Leona Mahardika, Muhamad Taufik, Nana Parta Wijaya, Putra Wali Aco,Ratih Aptiwidyari, Riko Story,Siska Nurul, Surya Dwipa dan Wisnu Hendrayana.


Pameran ini juga direspon dengan sebuah garapan teater oleh Komunitas Teater Kalangan yang berjudul ;CANG-KUL-ANGKALING yang disutradarai oleh Wayan Sumahardika. Dalam pementasan tersebut teater Kalangan menghadirkan sebuah garapan teater yang menjadikan ruang pameran sebagai panggung. Terjadi interaksi yang utuh dan melarut antara seni teater dengan karya seni rupa. Instalasi tumpoukan karung beras bergambar petani karya Oka Astawa direspon dan menjadi bagian dari pertunjukkan itu sendiri. Jarak antara penonton dan peristiwa pementasan teaterpun nyaris tanpa batas para penonton duduk melingkar menyaksikan pertunjukan tersebut mengingatkan kita pada system pemanggungan Bali yakni kalangan dimana penonton melingkar menyaksikan peristiwa pertunjukkan yang sedang berlangsung dengan sangat intim. Tak jarang pula dalam pementasan tersebut para actor dan aktris berinteraksi dengan cair dengan para penontonya.

Pada akhirnya sebagai sebuah art project, apa yang digagas oleh Oka dan dikolaborasikan bersama berbagai kreator lintas bidang ini mulai dari perupa hingga teater, dapat dimaknai sebagai sebuah upaya bersama untuk mempelajari, menyuarakan, dan memaknai dunia pertanian kita di Bali dengan bahasa bahasa kesenian yang dijiwai oleh spirit kolaborasi yang guyub dan hangat. Sebuah spirit yang sesungguhnya merupakan roh dari segala bentuk aktivitas kesenian kita di Bali. Pendek kata A(RT)GRICULTURE dapat dimakanai sebagai sebuah momentum untuk melihat bagaimana kesenian mencoba memuliakan ibu dari peradaban yakni pertanian.

I Made Susanta Dwitanaya
Kurator Pameran